KURANG lebih dua bulan lagi Kementerian Pendidikan Nasional akan menyelenggarakan hajat besar. Yakni menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP-SMA. Meskipun kegiatan tersebut rutin dilaksanakan setiap tahun, akan tetapi dalam proses selalu menimbulkan kontroversi.
Polemik yang sering muncul dalam setiap kali pelaksanaan UN adalah adanya jual beli kunci jawaban. Banyak sekali spekulan yang menjual jawaban yang tidak benar, korbannya tentu orang tua dan siswa yang berpikiran pendek. Selain itu, praktik kerja sama dan menyontek juga masih sering dilakukan siswa supaya bisa lulus ujian. Semua itu menjadi catatan buruk bagi Kemendiknas dalam penyelenggarakan UN.
Hal itu juga sering diperparah dengan adanya intervensi dari pihak terkait, terutama sekolah yang menginginkan siswanya lulus 100% dengan cara membuka soal terlebih dahulu kemudian dikerjakan guru dan jawabannya disebarkan kepada anak didik.
Kecurangan semacam itu masih sering mewarnai pelaksanaan UN tiap tahun. Alasan yang digunakan karena malu jika ada anak didik sekolah yang bersangkutan tidak lulus.
Maraknya praktik mafia dalam UN sangat memprihatinkan. Seharusnya UN dilaksanakan dengan cara-cara yang fair dan elegan, bukan dengan cara-cara yang curang.
Apalagi kecurangan sangat bertentangan dengan ruh pendidikan yang mengajarkan pentingnya nilai kejujuran.
Modifikasi Soal
Langkah Kemendiknas dengan menambah jumlah paket soal yang semula dua paket menjadi lima paket patut diapresiasi.
Dengan lima paket soal yang berbeda, tentu akan mengurangi praktik jual beli jawaban UN serta meminimalikan peluang kerja sama dan aksi menyontek siswa ketika ujian berlangsung. Bukan hanya itu. Dengan modifikasi soal ujian, akan memperkecil intervensi dari berbagai pihak.
Yang terpenting saat ini harus ada sosialisasi kepada seluruh Dinas Pendidikan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, serta sekolah dengan adanya sistem baru yang akan diterapkan, terutama dalam hal paket soal.
Tujuannya agar siswa yang ikut UN juga mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapi soal-soal yang berbeda antara siswa satu dengan yang lain.
Meskipun ada pro dan kontra dalam sistem baru UN, itu adalah wajar. Jika sistem ini berhasil dan bisa menekan kecurangan dalam pelaksanaan UN, tentu akan lebih baik, dengan harapan kualitas pendidikan semakin meningkat.
— Fauzul Andim, guru di SLB Negeri Ungaran
rujukan : http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=138346
Sangat bermanfaat. Terima kasih
BalasHapusTerima Kasih Artikelnyanya masta.........sangat menarik dan mantap buat referensi... sukses selalu masta>>>amin
BalasHapusPendidikan sekarang malah salah kaprah, UN dibuat untuk mengukur tingkat keberhasilan pendidikan di Indonesia malah dibuat main-main. Zaman saya sekolah dulu UN (EBTANAS) merupakan sesuatu yang paling sakral,
BalasHapusditunggu kunjungan baliknya pak
Saya setuju dengan komentar diatas. EBTANAS akan lebih bermutu daripada UN yang selalu di warnai oleh kecurangan
BalasHapuswah artikelnya bagus sekali , seharusnya pelajar-pelajar wajib baca artikel ini agar menguraci tingkat kecurangan dalam Ujian Nasional
BalasHapusterima kasih , sukses selalu
thanks gan atas informasinya
BalasHapusthanks bro atas infonya
BalasHapusterimakasih atas informationnya !
BalasHapusmasih ya seperti itu. padahal ada petugas pengawas masa masih curang lagi..
BalasHapussalam berita islam